SEJARAH KERAJAAN DEMAK
Sejarah Kerajaan Demak
- Pernahkah anda mendengar Demak? atau justru terlalu sering menginjak
Kota Demak. Kota yang terkenal dengan sebutan “Kota Wali” ini ternyata
menyimpan banyak sejarah yang patut anda ketahui. Bagaimana tidak? Kota
Demak pada abad ke-16 M merupakan sebuah kerajaan atau kesultanan islam
pertama dan terbesar di wilayah Pantai Utara Jawa. Sebelum menjadi
kerajaan, Demak adalah Kadipaten bagian dari Kerajaan Majapahit dengan
Raden Patah sebagai Adipatinya.
Berdirinya Kerajaan Demak
Suatu ketika, Majapahit mengalami kelemahan dengan adanya pemberontakan
dan perebutan kekuasaan antar keluarga kerajaan. Melihat situasi
tersebut, Raden Patah justru memanfaatkannya untuk melepaskan diri dari
Kerajaan Majapahit. Dibantu para Bupati, Raden Patah akhirnya menyerang
Majapahit pada pemerintahanBrawijaya VI. Kemudian berdirilah Kerajaan
Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa dibawah kepemimpinan
Raden Patah sebagai raja pertama.
Kejayaan Kerajaan Demak
Demak mengalami masa kejayaan pada pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1526), yakni raja ketiga setelah Pati Unus. Sultan Trenggono merupakan anak dari Raden Patah yang tidak lain adik Pati Unus. Pada masa pemerintahannya, Demak menguasai Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau para tentara Portugis yang mendarat disana (1527), Tuban (1527), Surabaya dan Pasuruan (1527), Madiun (1529), Malang (1945), dan dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Kemudian pada tahun 1546 Sultan Trenggono meninggal dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan.
Runtuhnya Kerajaan Demak
Wafatnya Sultan Trenggono menimbulkan konflik perebutan kekuasaan antar saudara. Pengganti Sultan Trenggono, Pangeran Sido Lapen yang merupakan saudara Sultan Trenggono dibunuh oleh Pangeran Prawoto yang tidak lain adalah anak dari Sultan Trenggono. Kemudian anak dari Pangeran Sido Lapen, Arya Penangsang membunuh Pangeran Prawoto dan mengambil alih kekuasaan. Tidak hanya berhenti disitu, Arya Panangsang akhirnya dibunuh oleh anak angkat Joko Tingkir, yaitu Sutawijaya. Pada akhirnya, tahun 1568 M tahta Kerajaan Demak jatuh ditangan Joko Tingkir. Kemudian ibukota Demak dipindah ke Pajang.
Peninggalan Kerajaan Demak
Berdirinya Kerajaan Demak
Pendiri dari Kerajaan Demak yakni Raden Patah, sekaligus menjadi raja
pertama Demak pada tahun 1500-1518 M. Raden Patah merupakan putra dari
Brawijaya V dan Putri Champa dari Tiongkok. Raden Patah secara diam-diam
pergi ke Jawa yang tepatnya di Surabaya dan berguru kepada Sunan Ampel.
Kemudian Sunan Ampel memerintahkan kepada Raden Patah supaya pindah ke
Jawa tengah untuk membuka hutan Glagah Wangi atau Bintara lalu
mendirikan pesantren. Lambat laun, banyak yang menjadi santri di
pesantren tersebut dan pada akhirnya, Demak berkembang pesat. Raden
Patah dikukuhkan menjadi Adipati Demak oleh ayahnya, Brawijaya V dan
mengganti nama Demak menjadi Bintara yang akhirnya disebut Demak
Bintara.
Kejayaan Kerajaan Demak
Demak mengalami masa kejayaan pada pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1526), yakni raja ketiga setelah Pati Unus. Sultan Trenggono merupakan anak dari Raden Patah yang tidak lain adik Pati Unus. Pada masa pemerintahannya, Demak menguasai Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau para tentara Portugis yang mendarat disana (1527), Tuban (1527), Surabaya dan Pasuruan (1527), Madiun (1529), Malang (1945), dan dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Kemudian pada tahun 1546 Sultan Trenggono meninggal dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan.
Runtuhnya Kerajaan Demak
Wafatnya Sultan Trenggono menimbulkan konflik perebutan kekuasaan antar saudara. Pengganti Sultan Trenggono, Pangeran Sido Lapen yang merupakan saudara Sultan Trenggono dibunuh oleh Pangeran Prawoto yang tidak lain adalah anak dari Sultan Trenggono. Kemudian anak dari Pangeran Sido Lapen, Arya Penangsang membunuh Pangeran Prawoto dan mengambil alih kekuasaan. Tidak hanya berhenti disitu, Arya Panangsang akhirnya dibunuh oleh anak angkat Joko Tingkir, yaitu Sutawijaya. Pada akhirnya, tahun 1568 M tahta Kerajaan Demak jatuh ditangan Joko Tingkir. Kemudian ibukota Demak dipindah ke Pajang.
Peninggalan Kerajaan Demak
- Masjid Agung Demak
- Makam Sunan Kalijaga
- Pintu Bledeg dibuat oleh Ki Ageng Selo
- Bedug dan kentongan karya Wali Songo
- Soko Tatal dan Soko Guru (tiang Masjid Agung Demak)
- Piring Campa dari Putri Campa ( Ibu Raden Patah)
A. Kehidupan Politik
Kerajaan
Demak berdiri kira-kira tahun 1478. Hal itu didasarkan pada saat
jatuhnya Majapahit yang diperintah oleh Prabu Kertabumi (Brawijaya V)
dengan ditandai candrasengkala, sirna ilang kertaning bumi (artinya
tahun 1400 Saka atau tahun 1478 Masehi). Para wali kemudian sepakat
untuk menobatkan Raden Patah menjadi raja di Kerajaan Demak dengan gelar
Senapati Jimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Untuk jabatan patih diangkat Ki Wanapala dengan gelar Mangkurat
Kerajaan
Demak berkembang menjadi kerajaan besar, di bawah kepemimpinan Raden
Patah (1481-1518). Negeri-negeri di pantai utara Jawa yang sudah
menganut Islam mengakui kedaulatan Demak. Bahkan Kekuasaan Demak meluas
ke Sukadana (Kalimantan Selatan), Palembang, dan Jambi. Pada tahun 1512
dan 1513, di bawah pimpinan putranya yang bernama Adipati Unus, Demak
dengan kekuatan 90 buah jung dan 12.000 tentara berusaha membebaskan
Malaka dari kekuasaan Portugis dan menguasai perdagangan di Selat
Malaka. Karena pernah menyerang ke Malaka Adipati Unus diberi gelar
Pangeran Sabrang Lor (Pangeran yang pernah menyeberang ke utara).
Setelah
Raden Patah wafat pada tahun 1518 M, Kerajaan Demak dipimpin oleh
Adipati Unus (1518-1521). Ia menjadi Sultan Demak selama tiga tahun.
Kemudian ia digantikan oleh adiknya yang bernama Sultan Trenggana (1521-
1546) melalui perebutan takhta dengan Pangeran Sekar Sedo Lepen. Untuk
memperluas daerah kekuasaannya, Sultan Trenggana menikahkan
putra-putrinya, antara lain dinikahkan dengan Pangeran Hadiri dari
Kalinyamat (Jepara) dan Pangeran Adiwijaya dari Pajang. Sultan Trenggana
berhasil meluaskan kekuasaannya ke daerah pedalaman. Ia berhasil
menaklukkan Daha (Kediri), Madiun, dan Pasuruan. Pada saat melancarkan
ekspedisi melawan Panarukan, Sultan Trenggana terbunuh. Pada masa Sultan
Trenggana, wilayah kekuasaan Kerajaan Demak sangat luas meliputi
Banten, Jayakarta, Cirebon (Jawa Barat), Jawa Tengah, dan sebagian Jawa
Timur.
Wafatnya
Sultan Trenggana (1546) menyebabkan kemunduran Kerajaan Demak. Terjadi
perebutan kekuasaan antara Pangeran Prawato (putra Sultan Trenggana)
dengan Aria Panangsang (keturunan Sekar Sedo Lepen (adik Sultan
Trenggana)). Dalam perebutan kekuasaan itu, Aria Panangsang membunuh
Pangeran Prawoto dan putranya, Pangeran Hadiri. Ratu Kalinyamat dan Aria
Pangiri memohon bantuan kepada Adiwijaya di Pajang. Dalam pertempuran
itu, Adiwijaya berhasil membunuh Aria Panangsang. Setelah itu, Adiwijaya
memindahkan ibu kota Kerajaan Demak ke Pajang pada tahun 1568.
Peristiwa ini menjadi akhir dari Kerajaan Demak.
B. Kehidupan Ekonomi
Perekonomian
Demak berkembang ke arah perdagangan maritim dan agraria. Ambisi
Kerajaan Demak menjadi negara maritim diwujudkan dengan upayanya merebut
Malaka dari tangan Portugis, namun upaya ini ternyata tidak berhasil.
Perdagangan antara Demak dengan pelabuhan-pelabuhan lain di Nusantara
cukup ramai, Demak berfungsi sebagai pelabuhan transito (penghubung)
daerah penghasil rempah-rempah dan memiliki sumber penghasilan pertanian
yang cukup besar.
Demak dalam
bidang ekonomi, berperan penting karena mempunyai daerah pertanian yang
cukup luas dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Selain
itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang diekspor, antara lain
beras, madu, dan lilin. Barang tersebut diekspor ke Malaka melalui
Pelabuhan Jepara. Dengan demikian, kehidupan ekonomi masyarakat
berkembang lebih baik.
Sebagai
negara maritim, Demak menjalankan fungsinya sebagai penghubung atau
transito antara daerah penghasil rempah-rempah di bagian timur dengan
Malaka, dan dari Malaka kemudian dibawa para pedagang menuju kawasan
Barat. Berkembangnya perekonomian Demak di samping faktor dunia
kemaritiman, juga faktor perdagangan hasil-hasil pertanian.
C. Kehidupan Sosial-budaya
Kehidupan
sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur. Pemerintahan
diatur dengan hukum Islam. Akan tetapi, norma-norma atau tradisi-tradisi
lama tidak ditinggalkan begitu saja.
Hasil
kebudayaan Kerajaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan dengan
Islam. Hasil kebudayaannya yang cukup terkenal dan sampai sekarang masih
tetap berdiri adalah Masjid Agung Demak. Masjid itu merupakan lambang
kebesaran Demak sebagai kerajaan Islam. Masjid Agung Demak selain kaya
dengan ukir-ukiran bercirikan Islam juga memiliki keistimewaan, yaitu
salah satu tiangnya dibuat dari kumpulan sisa-sisa kayu bekas
pembangunan masjid itu sendiri yang disatukan (tatal).
Selain
Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga salah seorang dari Wali Sanga juga
meletakkan dasar-dasar perayaan Sekaten pada masa Kerajaan Demak.
Perayaan itu digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk menarik minat
masyarakat agar masuk Islam. Sekaten ini kemudian menjadi tradisi atau
kebudayaan yang terus dipelihara sampai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar